Selasa, 30 Agustus 2016

S.T.O.P saat PANIK

Tersesat ditengah rimbunnya hutan Papua adalah masalah besar untuk Ari yang baru beberapa hari disana. Entah dimana saat Ari terpisah dari rombongannya setelah selesai melakukan survey pemetaan topografi dan persiapan jalur alat geolistrik. Bekerja di sebuah konsultan Geologi dan Geofisika di Jakarta membuat Ari harus selalu siap berangkat kemanapun dan kapanpun diminta. Baru beberapa hari disana barang pasti Ari belum hapal jalan didalam hutan. Ada begitu banyak jalan setapak didalam hutan. Tapi, mana jalan setapak yang biasa dilalui orang atau babi hutan dia tidak tahu.  Atau mungkin benar jalan setapak itu yang biasa dilalui orang tapi tidak tahu apakah jalan itu menuju kampung atau jangan-jangan malah lebih jauh masuk kedalam hutan.

Terlalu sibuk membalas pesan yang masuk ke hp nya membuatnya tidak terlalu memperhatikan jalan. Hp nya sekarang sudah kehabisan baterai dan tidak bisa menghubungi camp meminta bantuan. Ari mengutuki perbuatannya sampai terpisah dari rombongan.

Langit mulai sore dan sebentar lagi gelap. Jam 5 sore didalam hutan sudah mulai gelap karena sinar matahari sudah tidak sanggup menembus rimbunnya pohon-pohon besar. Suara binatang hutan sore itu yang biasanya dia nikmati mendadak seram dan mulai membuatnya ketakutan. Tak jauh dari tempatnya berdiri Ari mendengar gemericik air. "Ah, ada kali. Aku harus mengikuti aliran kali untuk pulang. Pasti, aliran air ini menuju ke kampung." Gumamnya.

Menyusuri kali bukan perkara mudah karena ternyata sesekali dia harus menuruni tebing. Belum lagi batu kali yang licin membuatnya harus lebih hati-hati melangkah. Belum lama berjalan menyusuri kali tiba-tiba dia melihat bangkai ular sebesar paha orang dewasa. Itu adalah bangkai ular terbesar yang pernah dilihatnya. Dari cerita yang pernah dia dengar bahwa ular selalu berpasang-pasangan. cerita itu menerangkan bahwa kalau salah satu ular itu dibunuh, pasangannya akan membalas dendam. Ular bisa tahu siapa pembunuhnya dengan melihat mata pasangannya yang mati. Seperti ada rekaman terakhir sebelum ajalnya sebagai pesan. Melihat bangkai ular itu sontak membuatnya panik. Tanpa sadar Ari menaikkan tempo berjalannya bahkan setengah berlari. Batu licin menghambat lajunya dan dia terpeleset jatuh. Rasa takut begitu meliputinya. seperti ada pegas, Ari ototmatis langsung berdiri dan berjalan lagi. Kemudian terjatuh lagi, langsung bangkit lagi dan berjalan lagi. Terjatuh lagi lalu bangkit lagi. Butuh tiga kali terjatuh untuk menyadarkannya bahwa saat ini dia sedang panik.

"Panik akan bikin kamu jatuh lagi dan membunuhmu!"
"Tenanglah!!" Ari menasehati diri sendiri.

Ari menyapu pandangannya mencari tempat yang pas buatnya untuk duduk sebentar, pandangannya berhenti pada sebuah batu andesit besar di tengah kali. sambil duduk dan menenggak sisa air mineral yang dia bawa kemudian merogoh saku celana kargonya mengambil kotak rokok dan menyalakan sebatang rokok terus menghisapnya dalam-dalam. "Aku harus tenang." ucapnya sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara.

Langit mulai merah. "Aku tidak boleh bermalam di hutan sendirian. Entah apa jadinya." Bicara sendiri. Setelah tenang dan mengumpulkan nyali Ari mulai berjalan lagi menyusuri kali. Beberapa menit kemudian dia mendengar dari kejauhan suara ketawa ramai. Dihampirinya sumber suara itu "syukurlah.. aku selamat." ternyata rombongan timnya sedang mandi di kali.

"Woy!! Ari!! Kemana saja ko? Ayo mandi!"
"Tidak, aku mau ke camp saja."

0 comments:

Posting Komentar